Minggu, 04 Juni 2017

Aku Mengadu

Bu,
Malam tadi aku kembali mendatangimu di pelataran rindu. Malam yang hendak terbungkus oleh jubah gelapnya, engkau hadir menghampiriku lengkap dengan secerca cahaya. Gaun yang engkau kenakan  persis menandakan bahwa di syurga-Nya engkau adalah bidadari. Ku dapatinya raut wajahmu begitu teduh yang mampu menghilangkan penatku akan kerasnya dunia. Desiran lembut air mata kesucian yang hendak mengalir dari kelopak matamu, seakan membuatku ingin meraihmu dengan sangat.

Pertemuan yang tak pernah bisa terungkap dan hanya mampu kugambarkan lewat lamunan alam khayalku, tak lekas kulepaskan jeratan rinduku disudut nadiku.

Ingin dan angan adalah sepasang harap yang selalu bersetia menggandrungiku. Hamparan impian yang sampai saat ini telah melambung ke berbagai arah.

Sesungguhnya ingin segera kusudahi mengenai jarak dan waktu yang setiap saat mampu memainkan perannya sebagai candu bernama rindu.

Bu, lirihku;
Bolehkah aku merayu?
Bolehkah kubasahi pangkuanmu dengan desiran lembut air mataku?
Bolehkah kuberteduh dipundakmu hingga aku mati dalam pelukanmu?
Akan kuceritakan mengenai kerasnya dunia yang tak seteduh kasihmu.

Aku mulai membayangkan mengenai keutuhan dalam hidup. Pintaku mengenai sisa usia hidupku di dunia ini, izinkan aku membagi umurku dengan ibuku. Relakan aku bersamanya meski waktu akan terus menagih untuk segera di akhiri. Paling tidak dalam seumur hidup, aku pernah memanggilnya dengan mesra dan dengan nyata, Ibu...

Memasuki usia dalam angka puluhan, lika-liku kehidupan membuatku kepayahan. Mengenai kemungkinan dalam hidup, ingin segera kusempurnakan perintah-Nya.

Bu,
Ingin kuperkenalkan mengenai seorang pria yang sering kunobatkan namanya dalam bentangan sujudku.

Aku tak ingin menghamba kepada cinta, tapi telah kuyakini mengenai kebenaran atas keberadaannya, bahwa aku telah memilihnya. Aku tak akan berjanji untuk bersetia, tapi aku hanya akan bertahan dalam situasi dan kondisi apapun bersamanya.

Serta rapalan doa yang kupanjatkan semata-mata adalah meminta keikhlasan ridho darimu dan dari-Nya. Aku tak ingin mendesak apalagi mendikte mengenai sebuah takdir, hanya saja akan kupertujukan bagaimana usahaku dalam menggapai perjuangan.

Bu,
Dengan ini izinkan aku bersama dia menjadi bagian dikeluarga kita nantinya.

Kamis, 01 Juni 2017

Cintaku Tak Pernah Ada Liburnya

Sajak
"Cintaku Tak Pernah Ada Liburnya"

Andai waktu tak sepercaya ini
Entah di detik ke berapa
Tumpukan kemunafikan semakin menjulang.
Harapan untuk mengikisnya pun
Tertindih dalam-dalam.

Mendung sering bergantungan tipis dilangit
Segan menjatuhkan gerimis barang satupun.
Suasana begitu kelabu,
Seakan dunia sudah kehilangan warna-warni.

Sementara,
Suara ngorok masih ramai sahut-sahutan
Hanya ada sepasang mata
Yang hendak melukis dimuka langit.
Pesan apa yang hendak disampaikan
Alam hanya termangu menunggu kejujuran.
Nyatanya,
Tak ada sedikit keberanian untuk aku membisikkan perihal ;
Aku telah jatuh cinta kepadanya.

Pada semesta,
Bila berkenan, sampaikan salamku padanya
Bahwa ada yang lebih tabah dari luka di penghujung bulan
Yaitu aku.
Aku rela disetubuhi oleh rindu dan tidak dibayar.

Jangan murka,
Engkau hadir atas dasar mencinta bukan dicinta.
Entah Tuhan menciptakanku ketika sedang senggang atau hendak cuti
Namun, cintaku tak pernah ada liburnya.

Mendewasakan raas-a

Siang itu menjadi siang hari yang begitu menyengat bagiku, bukan karena cuaca yang tidak bersahabat, bukan juga karena aku memakai baju teba...