(Perawan Tergugat)
Opini - Hak Angket KPK
Sepekan ini rupanya akan menjadi hal yang sangat menarik oleh suguhan hidangan dan adegan intimidasi maupun manuver politik yang terkesan seperti melindungi teman sejawat, begitu demikian.
Nganu, pertunjukan kali ini rupanya ada kekeliruan, sebab pasalnya yang di katakan bahwa; kelak di suatu zaman akan ada penobatan mengenai kebenaran tidak lagi baik, dan kemunafikan tidak lagi buruk.
Begini, mengapa saya katakan demikian. Sebab, akan ada perubahan peran dan kedudukan, yang semula menjadi penggugat kini akrab di sebut sebagai tergugat, begitupun sebaliknya.
Keberadaan tergugat (KPK) saya deskripsikan persis seperti sesosok perawan atau yang lebih elok dapat di katakan sebagai kembang desa. Mengapa demikian? Jelas saja, tergugat banyak di lirik oleh yang hidung belang maupun yang tak punya hidung. Banyak sekumpulan hasrat yang ingin mengintimidasi dengan menelanjanginya, pun tak jarang yang ingin mencederainya, meski dengan luka sekalipun. Layaknya kotak harta karun yang terbuka, tak sedikit berbagai pihak yang tak lunas mengunjunginya untuk mematenkan kepemilikannya.
Katanya; amandemen yang di keluarkan merupakan alat untuk menguatkan (tergugat), saya katakan ini hanyalah sebuah kemasan. Semacam orang tua (anggap yang mempunyai wewenang) kepada anaknya yang selalu mempunyai ambisi untuk membredel pikirannya dan menetapkannya pada jalur dan pikiran anaknya.
Pada nilai yang substantif, hal demikian di katakan sebagai penguatan, benarkah demikian? Namun pada nilai esensial itu tak lebih hanyalah kemasan. Sebab akan muncul bentuk-bentuk kekhawatiran atau kegelisahan yang menjelmakan perbedaan berdampak kegaduhan. Dan terlebih demokrasi tidak lagi berbicara mengenai bentuk kontroversi, tapi demokrasi berubah menjadi penyerataan.
Terakhir; kini kewenangan di diktator secara absolut, konflik hanya akan di mainkan oleh tipu-tipuan belaka. Tatkala mereka menjadi gugup, lalu gagap, kemudian gagu dan berakhir untuk di gugat.
Sebagaimana di katakan dalam Al-Quran; bahwa balasan bagi kejahatan adalah kejahatan yang serupa. Tetapi Allah akan memberikan apresiasi kepada siapa pun yang membalas kejahatan dengan kebaikan.
Barangkali begitulah makna yang tersirat dari ungkapan Pak Kiai yang menganalogikan kebaikan (Tidak seperti mencuci pakaian dengan menggunakan air kencing), bahwa untuk memuliakan kemuliaan, jangan sampai seperti mencuci dengan air kencing. Agar noda bisa hilang, tidak mungkin kita menghilangkannya dengan noda serupa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar